Hampir seminggu ini kota Madrid asik membicarakan masalah remontada, alias kebangkitan ulang. Dengan mengingat kesuksesan Los Blancos saat membalikkan keadaan di Liga Eropa musim kompetisi 1985/1986 (kalah 1-5 di leg pertama, menang 4-0 di leg kedua), para pendukung El Real berharap kesuksesan 28 tahun lalu itu dapat berulang.
Dalam 15 menit pertama di pertandingan semalam, remontada itu seolah-olah bisa jadi kenyataan. Beberapa kali gelombang serangan Madrid berhasil membongkar pertahanan Dortmund dan menciptakan peluang emas. Bahkan, seumpama Real unggul 3-0 di babak pertama, itu tidak akan jadi satu keanehan.
Namun, setelah melewati periode diobrak-abrik ini, pasukan Juergen Klopp kembali mampu mengendalikan permainan. Hingga menit ke-80, Dortmund pun berhasil menahan serbuan El Real dan baru kebobolan di 10 menit terakhir. Perjalanan Real Madrid untuk mendapatkan La Decima pun terhenti.
Kedua tim tampil komplit
Belajar dari kesalahan di leg pertama, Mourinho melakukan perubahan signifikan di lini belakang. Pepe yang jadi biang keladi karena gagal menjaga ketat Lewandowski dibangkucadangkan. Tugas Pepe lalu diestafetkan kepada Sergio Ramos yang di leg pertama menempati full-back kanan.
Semalam, Ramos kembali digeser ke posisi center-back dan berduet dengan Varane. Sementara itu, posisi full-back kanan yang ditinggalkannya diserahkan kepada Michael Essien yang sudah pulih dari cedera.
Di lini tengah, kembalinya Angel Di Maria membuat Mesut Oezil kembali mengemban peran sebagai Pemain No. 10. Luka Modric kemudian dikembalikan ke posisinya sebagai defensive midfielder dan berperan sebagai doble-pivot dengan Xabi Alonso.
Sedangkan di kubu Borussia Dortmund, Klopp menurunkan starting line-up 100% sama seperti saat Die Borussen menghancurkan klub ibukota Spanyol itu minggu lalu.
Mengingat dominasi Dortmund atas Madrid di leg pertama, Klopp yang tak ingin mengotak-ngatik kembali susunan pemain jadi suatu kewajaran. Ia tetap mempertahankan posisi Marco Reus di kiri, Goetze di tengah, dan flank kanan ditempati Jakub Blaszczykowski. Hanya saja, pada menit menit awal posisi ini berubah. Reus bergerak ke tengah sementara Gotze ke kiri.
Ronaldo yang mati kutu
Performa Cristiano Ronaldo tak segarang biasanya. Ia seolah mati kutu tak bisa menembus barisan pertahanan sayap kiri Dortmund yang dikawal ketat triangular Lukasz Piszczek - Jakub Blaszczykowski - Neven Subotic. Pola pergerakan ketiganya ini sangat menghambat Ronaldo dalam melakukan cutting inside ke dalam.
Bek kiri Madrid, Fabio Coentrao, yang seharusnya membantu Ronaldo dalam menyerang malah disibukkan dengan areanya sendiri. Memang, semalam ia kerap jadi bulan-bulanan Piszczek - Blaszczykowski dan Reus [yang posisinya di babak pertama bergeser ke kiri untuk mengekploitasi kelemahan ini]. Beberapa kali aliran suplai bola dari tiga pemain ini berhasil dimanfaatkan oleh Lewandowski menjadi peluang yang mengancam gawang Madrid.Buruknya penampilan Ronaldo terlihat dalam chalkboard di atas. Di babak pertama, Ronaldo lebih banyak melakukan passing ke belakang, alih-alih mengalirkan bola ke dalam kotak penalti. Hal ini menjadi gambaran betapa rapatnya barisan pertahanan Dortmund di sayap kiri.
Pressing ketat yang diintruksikan Klopp-lah yang jadi penyebabnya. Sering kali terihat, ketika pemain Madrid menguasai bola, ada sekitar 2-3 pemain Dortmund yang selalu mengganggu. Ini dilakukan dengan harapan agar Madrid menjadi panik dan tak terlalu lama memegang bola.
Strategi ini berhasil diterapkan Dortmund dengan Ronaldo sebagai korbannya. Bayangkan saja, di babak pertama ia hanya mampu melakukan 13 passing sukses dari 20 passing yang dilakukan. Bahkan, dari 13 yang sukses ini, 10-nya pun merupakan backpass ke Alonso atau Coentrao.
Walau dengan passing yang buruk, Ronaldo tetap jadi ancaman bagi Dortmund, terutama dengan pergerakan diagonalnya mendekati kotak penalti dan melancarkan tendangan. Terhitung 4 kali ia sempat melakukan attempts di babak pertama, dengan 3 di antaranya off-target dan satu bisa ditahan kiper Roman Weidenfeller.
Perjudian Mourinho di babak II
Memasuki babak kedua, pergerakan Ronaldo mulai terlihat mengacak. Terkadang ia bergeser ke second striker atau bahkan melebar jauh ke sayap kanan lapangan. Kondisi ini tak lain, karena Mou melakukan perubahan taktik di lini penyerangan.
Masuknya Ricardo Kaka-lah yang membuat pola ini terjadi. Mou melakukan perjudian dengan menarik Coentrao dan memasang 3 bek di belakang. Tak ayal, pola Madrid pun menjadi 3-5-1-1, sebagaimana yang terlihat seperti chalkboard di bawah ini. Kegagalan Ronaldo di babak I membuat posisinya di sayap kiri digantikan oleh Angel Di Maria. Sebenarnya, seperti halnya Ronaldo, peran Di Maria di babak I juga lebih banyak tertahan di lini tengah. Namun setelah, ditempatkan ke sayap kiri, Di Maria mampu tampil baik. Kehadiran Kaka, yang stabil mempertahankan posisi di depan kotak penalti juga membuat konsentrasi Piszczek - Blaszczykowski – Subotic sedikit pecah.
Peran Oezil yang Meningkat
Jika diperhatikan sampai menit 20, Oezil seolah kebingungan untuk memberikan suplai bola dan lebih banyak memberikan backpass ketimbang passing ke depan.
Hanya saja, minimnya jumlah passing ini diimbangi oleh pergerakan Oezil yang cukup luas di babak I. Kendati lebih banyak bergerak di kanan, sesekali ia bergeser ke tengah dan kiri. Peluang emas di menit 14 yang menjadi buktinya, yaitu saat Oezil menusuk masuk kotak penalti dan mendapatkan umpan terobosan dari Higuain.
Kondisi Oezil berbalik pada babak kedua [lihat chalkboard sebelumnya]. Pada periode waktu ini, Mou lebih mentitikberatkan pemain Jerman itu untuk mengisi pos yang ditinggalkan Di Maria, yaitu sayap kanan.
Akan tetapi, berbeda dengan Di Maria yang mampu menusuk dan berkreasi di area final third sayap kiri lawan, Oezil tak mampu melakukannya di sayap kanan. Ia lebih banyak berkutat di area flank.
Kondisi ini juga terjadi pada bek kanan Madrid yang ditempati oleh Michael Essien. Seperti halnya Oezil, Essien juga tak bisa menciptakan peluang dari sektor tersebut.
Kenapa hal itu bisa terjadi?
Pertahanan diagonal Dormund
Kendati influence Essien dan Oezil dalam megalirkan bola cukup lumayan, tetapi keduanya selalu gagal menembus barisan pertahanan Dortmund. Hal ini disebabkan tak lain dari sistem diagonal yang diterapkan Klopp dalam menghadang laju Oezil-Essien-Modric.
Jika di sayap kanan ada triangular Piszczek – Blaszczykowski - Subotic, maka di kiri ada Matt Hummel – Sven Bender - Marcel Schmelzer. Perbedaannya adalah, jika triangular di kanan menggunakan AM sebagai poros awal penahan serangan. Maka di kiri, full-back lah yang dipakai.
Guendogan-Bender-Hummels berjajar vertikal guna mengarahkan aliran serangan bola Madrid ke sayap kanan melalui full-back mereka yaitu Essien. Pergerakan Essien pun hanya terjadi di belakang Oezil.
Karena itu jangan berharap Essien rajin menusuk serta menyisir pinggir lapang diakhiri dengan crossing. Selain karena Essien bukan tipikal attacking full-back, Mou juga memasang Essien bukan untuk menyerang. Peran pemain Ghana tersebut hanya untuk menjaga pergerakan Reus yang mengobrak-abrik El Real di pertandingan minggu lalu.
Essien yang lebih bersifat bertahan lalu dimanfaatkan oleh Klopp dengan menempatkan Schmelzer agak lebih ke depan. Dengan pola 3 bek yang diterapkan Madrid, Otomatis Essien bergeser menjadi center-back. Alhasil Schmeizer lebih banyak berkutat di area sisi Madrid daripada pertahannya sendiri.
Tak hanya dari sayap, pola vertical milik Dortmund ini sangat efektif meredam serangan Madrid dari tengah. Dengan mudah beberapa kali terlihat Guendogan dan Bender mundur sebagai center-back sejajar dengan Subotic dan Hammels. Saat diserang, Dortmund pun lebih sigap karena mengisi setiap lebar lapangan dengan memakai pola 6-3-1.Taktik Mou ternyata salah, Posisi Reus tak kaku bergerak di kiri. Di Dortmund, Reus-lah pemain yang rajin melakukan rotasi posisi. Reus juga lebih sering berkutat di area tengah, belakang dan kiri Madrid untuk memanfaatkan celah bolong Coentrao.
Bersama dengan Guendogan, mereka berhasil menahan laju Alonso yang bergerak sebagaimana seorang box-to-box midfielder. Akibatnya, mantan pemain Liverpool ini kurang berperan dalam mengalirkan bola ke Higuain-Ronaldo-Kaka-Di Maria. (Lihat pergerakan Reus sepanjang pertandingan pada chalkboard di bawah ini)Peran Modric untuk Madrid
Keluarnya Gotze di menit 15 karena cedera membuat Dortmund tak bisa menerapkan srategi "pertahanan terbaik adalah menyerang". Karenanya Klopp memasukkan Kevin Grosskreutz.
Kendati kerap dipasang sebagai attacking midfielder, pemain ini memiliki kemampuan bertahan cukup tinggi. Selain untuk menghambat laju Alonso, Klopp juga menginstruksikan agar Grosskreutz menghambat suplai bola yang berasal dari Modric. (Lihat chalkboard pergerakan Modric di Babak II di bawah ini)
Tapi untuk menghentikan Modric, Grosskreutz tak bertugas sendirian. Sedikitnya ada 3 lapis yang mesti ditembus Modric untuk mengalirkan bola ke depan yaitu Grosskreutz, Bender dan Hummels.
Kecerdikan dari seorang Modric sendiri adalah ia mampu lolos dari jebakan-jebakan yang diterapkan Dortmund. Dengan jeli ia mengisi lini kosong yang ditinggalkan oleh para pemain Dortmund yaitu di flank kanan.
Performa Oezil yang semakin meningkat sejak pertengahan babak kedua, juga tak bisa lepas dari peran Modric. Acap kali ia bisa lolos dari hadangan pemain Dortmund dan mengisi ruang antara Essien dan Oezil.
Modric pun sukses menjadi penghubung aliran dari lini belakang ke Oezil-Higuan-Kaka-Ronaldo yang keempatnya sejajar di depan kotak penalti. Akibatnya, Dortmund yang biasanya bermain melebar kini bermain menyempit. Enam pemain belakang Dortmund sering terlihat sejajar di dalam kotak penalti.
Performa ciamik dari Di Maria – Ramos membuat Madrid gencar melakukan crossing dari dua sisi. Dalam waktu kurun 20 menit, ada 18 crossing yang diarahkan ke dalam kotak penalti. Angka ini hampir 45% crossing yang dilakukan Madrid sepanjang pertandingan yang berjumlah 40 kali. Dari 18 kali percobaan crossing di 20 menit akhir pertandingan, 5 di antaranya menjadi keypasses: 3 Oezil, 2 Di Maria. (Lihat chalkboard jumlah crossing Real Madrid sepanjang pertandingan di atas)
Kesimpulan
Bisa disimpulkan bahwa Real Madrid dan Mourinho sebenarnya mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan baik. Mereka menampilkan permainan yang berbeda dengan leg pertama dan berhasil memaksa Dortmund ketar-ketir di 15 menit awal dan 10 menit akhir pertandingan. Namun, Real yang tidak efektif dalam menyelesaikan peluang dan Dortmund yang tampil cerdik dengan sistem pertahanan diagonalnya membuat laga ini disudahi cukup dengan skor 2-0 -- tak cukup untuk Madrid untuk ke final.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar